6 Comments
User's avatar
Isna kholidazia's avatar

Aku penasaran apakah penulisnya juga menangis ketika menulis ini, sebab aku menangis kencang ketika membacanya.

Expand full comment
Ainul Abidin's avatar

Aku membaca tulisan ini sebagai usaha memahami Ayah yang tak sempat ku lakukan di saat kami masih berbagi ruang.

Expand full comment
Muhammad Afwan's avatar

Dengan senang hati, saya akan membaca (mempelajari hidup dari) tulisan-tulisanmu, Pak Aan

Terimakasih banyak telah menulis

Expand full comment
Helga I A W's avatar

“kehidupan mungkin tidak terlalu

menyedihkan, jika aku mencoba mencintai

diriku sedikit lebih banyak.”

I feel her & pada diriku, kusebut “sedikit gila”. Sebab aku sesungguhnya bergembira dalam sedikit gila & banyak duka. Rasa lain, entah.

Expand full comment
Desva Herzani's avatar

Ah bagaimana bisa kita hidup dengan keikhlasan dan kepasrahan yang luar biasa?

Bahwa yang dipinjam dan lupa dikembalikan itu masih mengajarkan kita mengobati luka tanpa menanamkan kebencian-kebencian lainnya.

Lalu bagaimana bisa kita membunuh seseorang, memutilasinya, dengan bangga memuatnya di koran kampus, lalu memutuskan untuk bedamai?

Menyematkan namanya beriringan agar bisa hidup bersamaan dengan dilema perasaan. Entah cinta dan ketabahan macam apa yang dibawa nama itu.

Hebat sekali. Wanita mana lagi yang bisa bertahan selama itu dan tetap merawat cintanya. Wanita mana juga yang bisa tetap menguatkan anaknya sekalipun tak akrab dengan istilah kenal.

Expand full comment
Pablo Nerudi's avatar

Belum pernah membaca catatan personal yang sedemikian sedih dengan cara yang demikian indah seperti ini. Bersyukur jadi salah satu yang pernah membacanya.

Expand full comment