1.
sejujurnya aku tdk tahu
siapa butuh mendengarkan ini—
& tdk tahu bagaimana cara
mengatakannya tanpa bikin
ibuku di-judge netizen bodoh—
tp suaminya pergi—
entah ke mana persisnya—
38 tahun lalu, ketika kami
(3 org anak) masih kecil-kecil
& menikah lagi & tdk pulang
sampai hari ini (kata orang
beberapa tahun lalu dia mati
which is good dia jadi tidak bisa
pergi ke mana-mana lagi)
& ibu kami tdk mau berhenti
mencintainya agar kpd hidup
yg, kau tahu pasti, betapa kejam
dia bisa sesekali
menghadapkan wajahnya
yg belepotan senyum.
2.
sahabatku—
kawan kos waktu kuliah—
yg, subhanallah, tdk punya
selera humor, menikah
dengan seorang yg sebelas
duabelas garingnya
& anak mereka—anak
tunggal, sudah kelas 12—
percaya betul nasib buruk
orangtuanya lelucon tuhan
yg plg membahagiakan
utk hari-harinya.
(aku tahu semua ini
dari feed instagram anak itu,
yang sudah jadi content creator—
yg selalu di-repost ayahnya.)
3.
istriku—demi tuhan, aku
mencintainya!—kepada anak
bontot kami bilang nanti kalo
ada yg tanya lagi, pekerjaan ayah
menulis puisi.
anak itu, pulang dari alfamart,
bertanya (pertanyaan adalah alat
pernapasan anak-anak) ayah,
apa itu puisi?
aku yg (juga) baru pulang—
dari talkshow; krn ada buku puisi
baru terbit—tdk bisa menjawab.
aku balik bertanya apa itu?
(aku tunjuk benda di tangannya)
sebutir telur kinderjoy
berisi seekor brontosaurus.
aku tahu, aku tahu, nanti
kalo ada org bertanya apa itu puisi?
aku sudah punya jawabannya.