1.
Engkau kerap kali tidak betul-betul paham maksud sebuah frasa sebelum engkau melibatkan kata kerja. Ketika engkau mendengar mereka mengatakan media massa, coba sisipkan kata memanipulasi di antara keduanya. Ketika engkau mendengar mereka mengatakan pendidikan agama, coba sisipkan kata menjual di antara keduanya. Ketika engkau mendengar mereka mengatakan pesta rakyat, coba letakkan kata menghancurkan di tengahnya. Barangkali, dengan begitu, engkau mulai bisa meraba-raba maknanya.
2.
Apakah engkau tahu di Pancasila, Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, hanya ada satu kata kerja? Satu kata kerja pasif: dipimpin.
3.
Kata kerja punya kemampuan menghidupkan bahasa yang sudah mati. Ibu (membenci)kota. Harga (menghabisi) diri. Jatuh (mengundang/mengandung) cinta.
4.
Engkau senang sekali meletakkan kata kerja di depan waktu, seolah-olah engkau sungguh berkuasa atas Waktu. Engkau menyingkat waktu. Engkau mengulur waktu. Engkau meluangkan waktu. Engkau melawan waktu. Engkau membunuh waktu. Engkau menghabiskan waktu. Engkau memakan waktu. Untuk memahami makna kalimat-kalimat itu, engkau mesti membacanya dari belakang.
5.
Di bahasa Indonesia, engkau meletakkan kata kerja di belakang engkau. Engkau makan nasi. Engkau membaca puisi. Engkau berpikir. Di bahasa ibuku, aku menyatu (dan berdiri di belakang) kata kerja. Manreka nanre—makan-aku nasi. Mabbacaka puisi—membaca-aku puisi. Mappikkirika—berpikir-aku. Sesungguhnya, yang mana lebih penting: kita, atau apa yang kita lakukan?
6.
Apakah kita adalah kata benda atau kata kerja? Apakah kita adalah kata kerja yang berhenti bekerja dan kini berusaha bertahan hidup sebagai kata benda?