dua sajak
terima kasih—
& selamat tinggal
1.
kami mengirimkan anak-anak
kami ke sekolah & mereka pulang
membawa lembar-lembar uang
& pelajaran cara mengucapkan
terima kasih.
kami lahir dari bahasa yang tidak
mengenal kosakata itu. menebang
sepohon sagu adalah menanam
serumpun sagu—
serumpun sagu
jadi dusun sagu
jadi hutan sagu.
tiap kali mengucapkan terima kasih:
tubuh kami dipaksa jadi tanah negara,
lidah kami dipaksa memanjatkan doa
yang akan mencelakai kami.
terima kasih: menghentikan tindakan,
mengucapkan cinta, mengatakan kerja,
menjauhkan tangan dari gerakan,
menyingkirkan tubuh dari tanah,
menggusur kami
dari kami.
kemudian datang orang-orang itu
membabat hutan sagu dengan terima
kasih
api
asap
banjir
longsor
moncong senjata
pakaian bekas
kemiskinan
beras impor
penghinaan
penghinaan
penghinaan
2.
kemarukan datang & datang & datang
senantiasa mau merebut tanah
yang tersisa.
kami memang dipaksa belajar
mengucapkan terima kasih, tetapi kami
tetap lebih fasih mengatakan tidak.
tidak, terima kasih! tidak terima!
tidak!
3.
a.
kami adalah musuh kematian—
& andai kematian
tidak gagal merampas
napas kami, mayat kami menolak
ditanam di tanah lain
agar kelak
di sini
tumbuh kembali dusun sagu tubuh ini.
b.
& andai kematian
betul-betul mengalahkan kami—
karena bahasa kami tidak
mengenal pula selamat tinggal—
kepada segala
tubuh kami mengucapkan:
“sampai jantung kami berdetak
& merasakan kita kembali!”
di pengungsian
kami ingin lapar
memakan kami
kami ingin haus
meminum kami
kami ingin kantuk
memimpikan kami
kami ingin jadi lapar
yang sangat besar
kami ingin jadi haus
yang sangat luas
kami ingin jadi kantuk
yang sangat dalam
kami ingin lahap
mengunyah kerakusan
mereka yang telah
memakan habis
hutan kami
kami ingin mabuk
meneguk ketamakan
mereka yang telah
meminum habis
sungai kami
kami ingin tidur
tanpa lapar & haus
& mimpi buruk
mengusik kami
sebentar saja.