1.
aku bangun & menghubungi nomor
telepon aku sendiri: halo, halo,
siapakah kau hari ini?
berapa jauh jarak tanganmu
dari sesuatu yang kausebut dunia?
di sini bising sekali. di sini bising sekali.
suara kau enam kaki di bawah tanah.
apabila kau tetap ingin mendengarkan
kata hati, pertama-tama, pastikan kau
masih memiliki hati. biarkan, biarkan
ia bersuara. dalam setiap keheningan
ada ketidaksepakatan tidak terkatakan
butuh diutarakan. butuh diudarakan.
bukan. ini bukan tentang doa,
bentuk paling murni pernapasan.
lutut kita telah bertahun-tahun belajar
tetapi tetap tidak dapat membedakan
antara memohon & menyerah.
2.
aku berjalan ke hutan kecil di belakang
rumah. aku tidak mau bumi melupakan
telapak kakiku. alangkah mulia mereka
yang berani mati demi mempertahankan
tanah mereka!
bunga-bunga itu tidak pernah berhenti
tersenyum seolah mereka akan hidup
lebih lama dari selamanya.
kupu-kupu kecil, jangan mati. jangan mati.
kau riang berwarna-warni. dunia suram ini
sungguh-sungguh membutuhkan dirimu;
kau jauh lebih layak bagi keabadian.
selain oleh rapuh sayapmu,
bagaimana aku tahu alangkah indah
hidup yang singkat—
oh mengapa bahkan tangan kematian
takut menyentuh orang-orang jahat itu?
3.
di meja makan ini aku masih
bekerja menyeimbangkan tubuh
di antara lapar & puisi.
aku ingin jadi hangat rempah-rempah
di lidah keluarga. aku ingin jadi buah-
buahan yang selalu matang.
aku ingin memeluk tubuh mereka
dari luar & dalam
& berterima kasih masih
ada satu pelukan lagi. ada satu hari lagi.
alangkah banyak orang hanya
punya harapan untuk mengucapkan
aku mencintaimu sekali lagi.
tetapi, hanya ada tetapi.
4.
anak-anakku meminta roti & data internet.
aduh, tiap kali mereka membutuhkan aku,
mereka menyelamatkan hidupku.
apabila akhirnya aku tiba di sana,
semoga maut mau meletakkan detak baru
di jantungku
serupa tangan ajaib
menuliskan selembar puisi cinta
& mengirimkannya ke negeri
orang-orang hidup.
5.
aku ingin menari seperti api, melompat
masuk & keluar dari keberadaan. tubuh
selalu bisa menjadi senjata. mulut lahir
tanpa gigi. hanya punya lidah & jeritan.
apakah menjadi dewasa berarti
mendapatkan kembali kepolosan
masa kanak-kanak yang hilang
dirampas?
tidak ada jawaban.
dunia menginginkan kita
selamanya pertanyaan.
kelak kita tidak akan mendengarkan
nyanyian di dalam angin.
kita angin & nyanyian.
aku ingin menari. aku ingin menari.
aku mengerti: tidak ada hati bisa jadi
alat musik tanpa ada tangan terbakar.
6.
cinta bisa bikin kita keluar
dari diri sendiri. tapi ada kalanya
hanya kepanikan yang mampu
menyelamatkan kita.
orang sekarat di mana-mana.
orang sekarat di mana-mana.
ingatlah palu merah kecilmu,
ingatlah palu merah kecilmu.
pecahkan kacamu!
7.
hari ini biarkan ingatan
bekerja menciptakan
sekarang yang berbeda.
besok kita terjemahkan
kelahiran kita kembali
ke dalam beribu bahasa
baru.
8.
bahkan setelah mati
berjuta kali, ingatlah
ingatlah, kita tidak pernah
terlalu jauh dari rumah.
*
Mungkin saya terlambat membacanya, karena surel baru sampai di laman saya beberapa jam lalu. Saya tidak memuji atau apa-lah-namanya. Hanya saja, puisi dari Kak Aan Mansyur, saya selalu kagum dan jatuh cinta dengan setiap alineanya. Bukan bual-bual dan omong kosong belaka, hanya saja aku menyesal hanya bisa berterima kasih🙏
Untuk penyair, Aan Mansyur.